"Habis manis sepah dibuang," begitulah bunyi sebuah pepatah terkenal. Kata-kata ini relevan untuk banyak hal yang menyangkut hubungan antarmanusia. Termasuk, dalam masalah persahabatan. 

Benar, persahabatan dan pengorbanan tak dapat dipisahkan. Artinya, setiap bentuk persahabatan memerlukan pengorbanan (baca: kesetiaan). Artinya lagi, persahabatan menuntut kita untuk "memberi" dan tidak (hanya) "menerima". Begitu pula hukum di alam ini berjalan, terjadi keseimbangan antara tindakan memberi (aksi) dan menerima (reaksi). 

Dengan demikian, bila kita hanya mengharapkan pemberian dalam sebuah persahabatan, maka sebetulnya kita mengharapkan sesuatu yang tidak alami. Lantaran tidak alami, maka apa yang kita bangun pun tidak akan abadi. Alias, berdiri di atas fondasi yang ringkih, sehingga gampang sekali hancur dan lebur.

Benar, kalau persahabatan diibaratkan sebagai sebuah biduk, maka orang-orang yang berada di dalamnya pun harus mengayuhkan (baca: menyumbangkan) "kesetiaan" pada biduk persahabatan tersebut. Bila tidak, maka biduk tersebut akan bergerak tak tentu arah, atau malah tenggelam lantaran terhempas ke karang.

Buku ini-yang dinukil dari kisah nyata--berbicara kepada kita tentang makna kesetiaan dalam sebuah persahabatan. Dengan latar belakang Perang Dunia II-dan tanpa terkesan menggurui-kisah ini mungkin dapat menggugah perasaan kita dan dapat mengoreksi bentuk persahabatan yang tengah kita bangun. Ya, sebuah buku bersahaja dari seorang yang sangat bersahaja tetapi kenyang pengalaman. Selamat menjalin persahabatan

Detail Buku:

Judul: Mengayuh Biduk Kesetiaan
Penyusun: Muhammad Asad Shahab
Penerjemah: Jawad Muammar
Penerbit: Cahaya, 2003
ISBN: 978-3259-23-x
Jumlah Hal: 108 Page
Besar File: 4,27 Mb
Baca-Download: Google Drive