Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran pada anak Penyusun Dr. Ali Qaimi

ANAK-ANAK dan pendidikan ibarat dua sisi dari satu mata uang. Keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lain. Membiarkan anak-anak tanpa pendidikan sama saja dengan membesarkan binatang buas yang sangat berbahaya dan mematikan bagi kehidupan masyarakat di masa depan. 

Di sisi lain, model dan metode pendidikan yang diterapkan pada anak-anak, selain bertujuan jelas dan universal,juga harus disesuaikan dengan taraf kematangan merasa dan berpikirnya. Jangan sampai proses pendidikan justru memaksa anak-anak menanggalkan sikap kekanak-kanakannya. Seperti sekarang, banyak model pendidikan anak yang dirumuskan hanya demi memenuhi ambisi orang tuanya yang cenderung materialistik.

Secara umum, masalah spiritualitas dan moralitas sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai agama, dalam hal ini Islam. Karena itu, berbicara keduanya nonsense tanpa melembarinya dengan nilai-nilai Islam. Memang, spiritualitas dan moralitas tidak "dikerangkeng" dalam pagar agama tertentu. Namun, Islam menyediakan prinsip, formula, metode, dan strategi yang paling efektif sekaligus justified bagi pembentukan dan penghayatan terhadap keduanya.

Sayang, kini jangankan model dan metode pendidikannya, bahkan Islamnya sendiri sebagai sebuah sistem religi mulai ditanggalkan dan dipandang sebelah mata banyak pihak, termasuk mereka yang mengaku muslim. Akibatnya, Islam tak pernah dilirik sebagai mata air alternatif yang diharapkan dapat
mengalirkan gagasan jernih tentang bagaimana seharusnya model pendidikan anak itu. Bahkan, setiap orang yang mencoba "serius" dalam berislam, justru akan dituduh sebagai ekstrimis, fundamentalis, teroris, dan seabrek label berkonotasi miring lainnya.

Pandangan Islam yang tetap berlaku sejak dulu, sekarang, sampai "nanti", itu kini semakin asing di telinga kita. Kenyataan ini sudah sejak awal ditengarai Nabi besar Muhammad saw yang menyabdakan, "Islam itu datang sebagai sesuatu yang asing dan akan kembali menjadi asing, maka berbahagialah orang-orang yang terasing."

Fenomena keterasingan itu lalu mempengaruhi motivasi, sikap, dan persepsi kita dalam mendidik anak. Misal, kita lebih  khawatir kalau anak kita kelak hidup miskin dan terlunta-lunta, ketimbang tumbuh menjadi penjahat kelas kakap dan hobi me­langgar batas-batas agama. Kita takut anak kita tidak sekolah
dan menyabet gelar sarjana sebagai modal mencari kedudukan formal di perusahaan atau negara. Tapi kita tidak takut kalau anak kita kelak dewasa sebagai koruptor yang antiagama.  Ironi inilah yang coba diterangkan dan diatasi penulis buku yang sudah tidak asing lagi di kalangan pembaca, yakni Dr. Ali  Qaimi. Sebagai spesialis bidang pendidikan anak dan keluarga, beliau meneropong persoalan hidup dan masa depan anak-anak,  seraya mengingatkan bahwa pusat dari semua itu adalah sistem pendidikan yang dijalankan. 

Dengan gaya yang lugas namun tegas, beliau menguraikan model pendidikan islami yang dikatakan sangat handal dan paling efektif dalam menempa kepribadian serta talenta anak-anak, tanpa harus terjerumus pada vandalisme kriminal maupun (yang bertameng) religius, sebagaimana belakangan dipraktikkan sebagian pihak di Tanah Air. Dalam pada itu, beliau mengungkapkan bahwa pendidikan islami dimulai dengan mengasah naluri keagamaan seraya mengenalkan agama secara benar kepada anak. Kami pikir, sayang bila para pembaca melewatkan begitu saja gagasan bening danjenius beliau yang tertuang dalam buku berharga ini.

Detail Buku:

Judul: Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran pada anak
Penyusun: Dr. Ali Qaimi
Penerjemah: Jawad Muamar
Penerbit: Cahaya, 2003
ISBN: 979-3259-15-9
Jumlah Hal: 346 Page
Besar File: 13,9 Mb
Download: Google Drive